Sabtu, 05 September 2015

Hutang yang Baik

Kunci keberhasilan berbisnis/wirausaha adalah sumber modal jangan sepenuhnya dari uang pribadi, tetapi sepenuhnya atau sebagian besar modalnya meminjam/berhutang dari bank. Berhutanglah yang besar ke bank agar bisnisnya besar pula. Karena modalnya dari hutang, maka dengan sendirinya usaha jadi lebih maju, pesanan semakin banyak, lalu dengan sendirinya juga manajemen, dan lain-lainya jadi rapih pula. Semakin sibuk bukan pemilik yang bekerja sepenuhnya, tetapi banyak karyawan yang bekerja. Karena hutang untuk usaha adalah salah satu bentuk amal mulia. Kemudian diimbangi dengan amal sedekah.

Dilihat dari sudut pandang dan cara yang berbeda, bentuk tindakan seseorang dapat dianggap baik atau tidak baik, tergantung kita yang menyikapinya. Beribadah kalau niatnya hanya karena Allah semata, maka ibadahnya menjadi baik. Sebaliknya, kalau niatnya ingin dipuji orang maka ibadahnya menjadi tidak baik. Begitupun dengan perihal hutang.

Hutang ada 2 (dua) macam yaitu hutang baik dan hutang tidak baik. Hutang untuk bisnis/usaha adalah hutang yang baik. Sebaliknya hutang yang dipakai untuk kebutuhan konsumtif atau foya-foya adalah hutang tidak baik.

Hutang yang disarankan di sini adalah hutang baik. Hutang itu mulia. Saya sangat setuju. Hutang berarti beramal sama halnya dengan sedekah. Belajar berhutang untuk usaha dari mulai 5 juta sampai 5 milyar/milyaran. Belajar bersedekah dari yang kecil hingga yang besar. Keduanya harus kita praktekkan.

Memang hutang adalah liabilitas, tetapi sekali lagi ini hutang baik. Dalam hidup selalu berpasang-pasangan. Aset pasangannya liabilitas. Arti singkatnya, aset adalah sesuatu yang memasukkan uang ke kantong kita. Hutang/liabilitas adalah sesuatu yang keluarkan uang dari kantong kita. Sebelum memiliki aset, miliki lebih dulu hutang. Dalam target waktu tertentu semua hutang kita lunasi, sementara aset besar tetap masih kita miliki.

Semakin besar hutang, semakin besar aset, semakin besar bisnis, dan semakin besar pula sedekahnya. Itu semua berarti kita berusaha menambah amal kita. Apabila kita sudah mengambil hutang, besar kewajiban kita untuk membayar cicilan tidak seberapa nilainya dibanding dengan nilai keuntungan/omset yang kita dapatkan  setiap bulan dari bisnis. Sehingga hutang, aset, dan bisnis semakin membesar. Namun hutang besar tadi tidak seberapa nilainya dibanding dengan aset yang kita miliki, apalagi didukung dengan bisnisnya. Semua tadi saling berkaitan.

Kurangi keinginan yang terlalu banyak, hidup jangan terlalu banyak kebutuhan atau berlebihan. Kita bukan berarti malas. Kita tetap berusaha untuk lebih baik. Kalau nanti kebutuhannya tercapai sesuai kemampuan kita, maka ambillah dan bersyukurlah.

Hutang usaha dan sedekah adalah beban/resiko yang mulia, sehingga lakukanlah di atas kemampuan kita. Tetapi kalau untuk kebutuhan konsumtif, lakukan di bawah kemampuan kita.

Karena dalam Al-Qur’an menjelaskan bahwa Allah tidak akan membebani manusia di atas kemampuannya. Maka, semakin besar hutang usaha dan sedekah, dengan sendirinya kemampuan kita berada di atas atau minimalnya setara sesuai beban hutang dan sedekah yang kita lakukan. Ayat ini berlaku untuk semua manusia penganut agama apapun.

(Source: Kerjasamabisnishutang.blogspot.co.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar