Selasa, 27 September 2016

Belajar dari Bencana Garut untuk Memilih Pemimpin yang Bijak

Kemarin sore saya baca artikel di islampos.com yang memberitakan tentang bencana banjir bandang di Garut. Artikel ini berjudul "Azab Zina di Balik Bencana Garut?" dan berikut adalah kutipannya :

Kakek itu melanjutkan ceritanya. “Di sini, di sungai ini. Sudah terlalu banyak bayi-bayi tak berdosa dibuang. Dibantu oleh bidan-bidan kampung yang tidak bertanggung jawab membantu proses aborsi. Di sini kami kekurangan ustad yang menasihati kami. Itulah yang membuat kebanyakan orang di kampung ini jauh dari Allah yang akhirnya membuat mereka tidak takut berbuat maksiat.

“Bersyukurlah mereka yang masih terjangkau oleh FPI (Front Pembela Islam), walaupun mereka terlihat seolah garang, tapi yang mereka lakukan benar. Membasmi kemaksiatan. Kakek teringat hadis Rasulullah, kalau ada orang berzina, radius 40 rumah terdekat dengan pelaku zina bisa terkena efek azab dari Allah. Itulah kenapa Allah meluluhlantakan kampung kami.”

Kakek yang merupakan warga asli Garut tersebut merasa bersyukur adanya Ormas FPI yang ber-Amar ma'ruf nahi munkar di daerahnya agar masyarakat kembali kejalan Allah, kejalan Islam. Maka dari itu peran FPI besar manfaatnya untuk mengurangi penyakit masyarakat di sana namun terkadang mereka berbenturan dengan Undang-Undang Negara.

Bencana di Garut adalah salah satu contoh Azab Allah yang diturunkan di wilayah negara Indonesia, belum lagi Bencana alam lainnya seperti, lumpur Lapindo di Sidoarjo, Bencana Tsunami di Aceh, Banjir, Kekeringan, Kebakaran, dan bencan-bencana lainnya yang hampir dialami di seluruh wilayah negeri ini.

Banyak yang berpendapat bahwa negeri ini besar jika dipimpin oleh pemimpin besar. Dan 'Role Mode' pemimpin besar menurut pendapat kebanyakan masyarakat Indonesia adalah seorang muslim yang nasionalis. Jarang yang menyuarakan bahwa seorang pemimpin besar adalah tidak hanya seorang muslim tetapi juga seseorang yang memperjuangkan konstitusi Islam.

Ya, contohnya yaitu Pilgub DKI Jakarta, yang salah satu Cagubnya seorang non-muslim yang merupakan incumbent, dengan elektabilitas tertinggi dibandingkan dengan 2 cagub yang lain yang merupakan seorang muslim. Hal ini sangat miris menurut saya. Banyak sekali yang seperti berjihad di bidang politik namun kenyataannya malah mereka menjual agama untuk kesenangan dunia semata. Banyak yang berkata memilih pemimpin Muslim wajib hukumnya, tetapi kenapa mereka tidak membahas konstitusi negara ini yang tetap memakai konstitusi non-islam. Padahal agama Islam bukan agama 'Prasmanan' yang hukumnya dipilih sesuka hati, tetapi Agama ini harus diterapkan hukum-hukumnya secara menyeluruh di dalam kehidupan ini.

Maka dari itu perjuangan Pak H.O.S Tjokroaminoto belum berakhir untuk menjadikan negara Indonesia tidak hanya memiliki Pemimpin Muslim tetapi juga konstitusi yang syar'i . Dan menjadikan bangsa Indonesia bangsa yang besar serta bangsa yang ber-Amar ma'ruf nahi munkar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar