Rabu, 10 Januari 2018

Mengapa Risiko Sama seperti Portofolio Saham?


Setengah abad lalu, psikolog dari Universitas Michigan Clyde Coombs mengembangkan sebuah teori risiko yang inovatif. Di pasar saham, jika hendak melakukan investasi yang berisiko, Anda melindungi diri dengan bermain aman di investasi lain. Coombs berpendapat, dalam kehidupan sehari-hari, orang sukses melakukan hal yang sama terhadap risiko, dengan cara menyeimbangkannya dalam bentuk sebuah portofolio. Saat menghadapi bahaya di satu bidang, kita mengurangi tingkat risiko secara keseluruhan dengan barhati-hati di bidang lain.

Portofolio risiko menjelaskan mengapa orang kerap menjadi orisinal di salah satu bagian kehidupan sementara tetap sangat konvensional di bagian lain. Pemain bisbol Branch Rickey membuka kesempatan bagi Jackie Robinson untuk mendobrak batasan warna kulit, tetapi menolak pergi ke lapangan di hari Minggu, mengucapkan kata-kata kotor, maupun menyentuh alkohol. Mahakarya T.S. Eliot, The Waste Land, telah dianggap sebagai salah satu puisi paling signifikan di abad ke-20. Namun, setelah mempublikasikannya pada 1922, Eliot tetap bekerja di bank sampai 1925 karena menolak gagasan untuk menanggung risiko profesional. Seperti yang diamati oleh novelis Aldous Huxley setelah berkunjung ke kantornya, Eliot adalah “pegawai bank yang paling tulen di antara pegawai bank lainnya.” Setelah akhirnya keluar dari pekerjaan tersebut, Eliot masih tidak berusaha sendiri. Ia menghabiskan empat puluh tahun berikutnya bekerja di sebuah perbit demi stabilitas hidup dan menulis puisi di sela-sela waktunya. Seperti komentar pendiri Polaroid, Edwin Land, “Tak seorang pun benar-benar bisa orisinal di satu bidang, kecuali ia telah memiliki kestabilan emosi dan sosial yang berasal dari sikap yang tetap di semua bidang lainnya di luar bidang tempat ia menjadi orisinal.”

Namun, bukankah pekerjaan tetap ini mengganggu kita sehingga tidak dapat mengerahkan usaha terbaik kita? Akal sehat menyatakan bahwa pencapaian kreatif tak mungkin terjadi tanpa waktu dan energi besar, dan perusahaan tak dapat bertahan tanpa usaha intensif. Asumsi tersebut mengabaikan manfaat utama portofolio risiko seimbang: Rasa aman di satu bidang memberikan kebebasan menjadi orsinal di bidang lain. Dengan memenuhi kebutuhan dasar secara finansial, kita bebas dari tekanan mempublikasikan buku setengah jadi, menjual karya seni jelek, atau mendirikan usaha yang tak teruji. Ketika Pierre Omidyar membangun eBay, itu hanya sekadar hobi. Ia tetap bekerja sebagai pemrogram selama 9 bulan berikutnya. Ia baru meningglakan pekerjaan tersebut setelah pasar online-nya memberikan penghasilan lebih besar daripada gaji pekerjaan. “Pengusaha terbaik bukanlah yang memaksimalkan risiko.” Cofounder dan CEO Endeavor, Linda Rottenberg, mengamati berdasarkan pengalaman puluhan tahun melatih banyak pengusaha besar dunia, “Mereka menghilangkan risiko dari pengambilan risiko.”

Mengelola portofolio risiko seimbang tak berarti selalu berada di tengah spektrum dengan mengambil risiko sedang. Sebaliknya, orang orisinal selalu mengambil risiko ekstrem di satu bidang dan mengimbanginya dengan kehati-hatian ekstrem di bidang yang lain. Di usia dua puluh tujuh tahun, Sara Blakely memunculkan gagasan membuat stoking tanpa kaki. Ia mengambil risiko besar dengan menanamkan seluruh tabungannya sebesar 5000 dolar. Untuk menyeimbangkan portofolio risiko, ia tetap bekerja purna-waktu sebagai penjual mesin faks selama dua tahun, menghabiskan malam hari dan akhir minggu membuat prototipe dan berhemat dengan menulis surat pengajuan paten sendiri tanpa membayar ahli hukum. Setelah akhirnya meluncurkan Spanx, ia menjadi miliarder termuda dunia. Seabad sebelumnya, Henry Ford mulai membangun kerajaan otomotifnya sambil tetap bekerja sebagai kepala insinyur di Thomas Edison, sehingga memberikan keamanan yang dibutuhkannya untuk mencoba penemuan-penemuan baru untuk mobil. Ia terus bekerja pada Edison selama dua tahun setelah mambuat karburator dan setahun sesudahnya menerima hak patennya.  

Kemudian, bagaimana dengan Bill Gates, yang terkenal keluar dari Harvard untuk merintis Microsoft? Ia menjual program piranti lunak baru saat di tingakt dua, dan menunggu setahun penuh sebelum akhirnya berhenti kuliah. Bahkan itu pun ia tak benar-benar keluar, tetapi menyeimbangkan portofolio risiko dengan mengajukan cuti formal yang disetujui pihak universitas serta meminta orangtua membiayainya. “Bill Gates sama sekali bukan salah satu pengambil risiko terbesar di dunia,” catat pengusaha Rick Smith, “melainkan mungkin lebih tepat dianggap sebagai salah satu penekan risiko terbesar di dunia.”


(Source : ORIGINAL page 37-39)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar