Rabu, 25 Januari 2017

Konsultasi Syari’ah : SEPUTAR MASALAH SIHIR

Pertanyaan 1 : 
Apakah penyakit yang Diderita Oleh saudara kami (Al-Akh Hisyam bin Abdillah Al-Limbory -Rohimahulloh-) Adalah Akibat Sihir ?

Jawaban :
Penyakit yang diderita oleh Hisyam Rohimahulloh adalah termasuk dari pengaruh sihir, bahwasanya beliau sakit yang pada tubuhnya mengalami pembengkakan -wallohu a’lam-.
Abu Muhammad Al-Maqdisy Rohimahulloh di dalam “Al-Kafy” berkata: “Sihir adalah kalimat-kalimat, bacaan-bacaan dan ikatan-ikatan yang memberikan pengaruh di dalam hati dan jiwa, dengan sihir itu menyebabkan kesakitan (penyakit), kematian dan perceraian antara suami dengan istrinya”, Alloh Ta’ala berkata:

{فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ}

“Mereka mempelajari dari keduanya apa-apa yang memisahkan dengannya antara suami dengan istrinya”. (Al-Baqaroh: 102).

Para pelaku sihir (tukang sihir) dalam menjalankan sihirnya memiliki berbagai bentuk, ada sihir yang terkadang bila mengenai obyek (yang terkena sihir) mengakibatkannya tidak mampu berdiri atau seakan-akan terkena sakit berat yang mengakibatkan seluruh tubuhnya kesakitan, sebagaimana yang dirasakan oleh Hisyam Rohimahulloh.

Penderitaan seperti ini bukan hanya beliau Rohimahulloh yang pertama kali merasakannya, bahkan Imam Ahli Tauhid sekaligus Imamul Muttaqiin Rosululloh Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga pernah disihir oleh orang kafir yang bernama Labiid Al-A’shom, Diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhory dan Muslim di dalam “Ash-Shohihain” bahwa Rosululloh Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepada Istrinya (Aisyah Ash-Shiqqiqah):

جَاءَنِي رَجُلاَنِ، فَجَلَسَ أَحَدُهُمَا عِنْدَ رَأْسِي، وَالآخَرُ عِنْدَ رِجْلَيَّ، فَقَالَ أَحَدُهُمَا لِصَاحِبِهِ: مَا وَجَعُ الرَّجُلِ؟ قَالَ: مَطْبُوبٌ، قَالَ: مَنْ طَبَّهُ؟ قَالَ: لَبِيدُ بْنُ الأَعْصَمِ، قَالَ: فِي مَاذَا؟ قَالَ: فِي مُشْطٍ وَمُشَاطَةٍ وَجُفِّ طَلْعَةٍ، قَالَ: فَأَيْنَ هُوَ؟ قَالَ: فِي ذَرْوَانَ ” – وَذَرْوَانُ بِئْرٌ فِي بَنِي زُرَيْقٍ –

“Telah datang kepadaku dua orang,lalu duduklah salah satu dari keduanya di samping kepalaku, dan yang lain duduk di samping kakiku, maka berkatalah salah satu dari keduanya kepada temannya yang lain: Derita apa yang dirasakan orang ini? Dia (salah satu temannya tadi) berkata: Disihir. Dia bertanya: Siapa yang menyihirnya? Dia menjawab: Labid Ibnul A’shom, Dia bertanya: “Dengan apa dia disihir? Dia menjawab: Dengan sisir dan rambut-rambut yang gugur ketika disisir” Dia bertanya: Dimana dia? Dia menjawab: “Di Dzarwan (dan Dzarwan adalah sumur di Bani Zuroiq)”.

Dari hadits tersebut di ketahui bahwa alat yang dijadikan sebagai sarana sihir di simpan di sumur, penyimpanannya adapula di selain sumur, seperti di dalam gua, penampungan air, di kamar pusaka, di bawah pohon beringin atau di pohon-pohon besar yang dikeramatkan atau tempat-tempat aneh lainnya.

Tukang sihir dalam menjalankan sihirnya dengan beragai macam, terkadang mereka menggunakan foto orang yang mau disihir, atau boneka sebagai perantara (pengganti gambar orang yang mau disihir), atau pakaian-pakaian, rambut-rambut dan apa saja yang berkaitan dengan orang yang akan mereka sihir, mereka mengambil dan meletakan bahan-bahan tersebut di tempat-tempat yang mereka telah tentukan, atau terkadang tukang sihirnya langsung melepaskan sihir-sihir mereka ketika mereka berhadapan dengan orang yang akan mereka sihir, Alloh Ta’ala berkata:

{قَالَ أَلْقُوا فَلَمَّا أَلْقَوْا سَحَرُوا أَعْيُنَ النَّاسِ وَاسْتَرْهَبُوهُمْ وَجَاءُوا بِسِحْرٍ عَظِيمٍ} [الأعراف: 116]

“Berkata (Musa kepada tukang sihir Fir’aun): “Lemparkanlah sihir-sihir kalian!” Maka tatkala mereka telah melemparkan sihir-sihir maka tersihirlah mata-mata manusia sehingga mereka kagum dengan sihir-sihir tersebut, yang mereka mendatangkan dengan sihir yang besar”. (Al-A’rof: 116).

Walaupun para tukang sihir berupaya sekuat tenaga namun bila orang yang mereka ingin sihir itu adalah Ahli Tauhid maka tidaklah memudharatkan Ahli Tauhid atas apa yang mereka upayakan, Alloh Ta’ala berkata:

{لَنْ يَضُرُّوكُمْ إِلَّا أَذًى} [آل عمران: 111]

“Tidaklah memudharatkan kalian (perbuatan mereka) melainkan hanya gangguan saja” (Ali Imron: 111). Dan Alloh Ta’ala berkata:

{وَلَا يُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ أَتَى} [طه: 69]

“Dan tidaklah beruntung tukang sihir dari mana pun mereka datang”. (Thoha’: 69).

Dan kalau pun ada dari kalangan Ahli Tauhid wafat karena pengaruh sihir maka itu hanyalah ujian dan tanda kebaikan baginya serta kabar gembira baginya karena itu adalah sebab baginya untuk bersegera masuk ke dalam Jannah (surga), Alloh Ta’ala berkata:

{وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (155) الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (156) أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ (157)} [البقرة: 155 – 157]

“Dan sungguh kami akan menguji kalian dengan sesuatu berupa ketakutan, kelaparan, kekurangan dari harta-harta, jiwa-jiwa (kematian) dan buah-buahan dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang bersabar”. Yang mereka (orang-orang yang bersabar) itu bila musibah menimpah mereka maka mereka berkata: “Sesungguhnya kami adalah milik Alloh dan sesungguhnya kami hanya kepadanya akan kembali. Mereka itulah yang mendapatkan sholawat (doa) dan rohmat dari Robb mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”. (Al-Baqaroh: 155-157).

Dan diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhory dan Muslim di dalam “Ash-Shohihain” dari ‘Atho bin Abi Robah, beliau berkata: Berkata kepadaku Ibnu ‘Abbas: “Tidaklah kamu mau melihat kepada wanita dari ahli jannah (penduduk surga)? Maka aku katakan: “Tentu”, Diapun berkata:

هذِهِ المْرأَةُ السوْداءُ أَتَتِ النبيَّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم فقالَتْ: إِنِّي أُصْرَعُ، وإِنِّي أَتكَشَّفُ، فَادْعُ اللَّه تَعَالَى لِي

“Wanita yang hitam ini datang kepada Rosululloh Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam lalu berkata: “Sesungguhnya saya menderita sakit ayan dan tersingkap auratku, doakanlah Alloh Ta’ala untuk (menyembuhkanku)!” Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata:

“إِن شئْتِ صَبَرْتِ ولكِ الْجنَّةُ، وإِنْ شِئْتِ دعَوْتُ اللَّه تَعالَى أَنْ يُعافِيَكِ”

“Jika kamu mau bersabar maka untukmu jannah dan jika kamu mau aku mendoakanmu kepada Alloh (untuk menyembuhkanmu) maka kamu akan sembuh”. Maka wanita hitam tadi berkata:

أَصْبرُ،

“Aku akan bersabar!”. Dan dia berkata:

إِنِّي أَتَكشَّفُ، فَادْعُ اللَّه أَنْ لا أَتكشَّفَ، فَدَعَا لَهَا.

“Sesungguhnya tersingkap auratku (ketika penyakit tersebut datang) maka berdoalah kepada Alloh supaya tidak tersingkap auratku! Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mendoakannya”.

Pertanyaan 2 :
Apakah Setiap Orang Yang Terkena Sihir Masuk Jannah?

Jawaban :
Tidak semua orang yang terkena sihir akan masuk Jannah (surga), akan tetapi yang masuk Jannah hanyalah orang-orang yang beriman, yang mereka adalah Ahli Tauhid, yang mereka membenci kesyirikan, bid’ah dan maksiat, bagaimana pun keadaan mereka ketika mati, selama mereka husnul khotimah (berkesudahan yang baik) di atas mentauhidkan Alloh Ta’ala maka mereka adalah Ahli Jannah (penghuni surga), Rosululloh Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata:

“مَنْ مَات لاَ يُشرِكُ بِاللَّه شَيْئاً دخَلَ الجَنَّةَ، وَمَنْ ماتَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئاً، دَخَلَ النَّارَ”

“Barang siapa yang mati dan dia tidak menyekutukan Alloh dengan sesuatu (apapun) maka dia masuk Jannah dan barang siapa yang mati sedangkan dia menyekutukan Alloh dengan sesuatu (apapun) maka dia masuk neraka” (HR. Muslim dari Jabir bin Abdillah).

Adapun tukang sihir dan orang-orang yang meminta bantu kepada sihir-sihir mereka serta mendukung sihir-sihir mereka dalam menyihir manusia maka mereka itulah ahlu syirik (pelaku syirik) yang tempat mereka di dalam neraka, Alloh Ta’ala berkata:

{مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ} [المائدة: 72]

“Barang siapa yang menyekutukan Alloh maka sungguh Alloh telah mengharomkan baginya Jannah dan tempat kembalinya adalah neraka. Dan tidaklah bagi orang-orang zhalim itu ada penolong”. (Al-Maidah: 72).

Pertanyaan 3 :
Apakah Yang Diperbuat Oleh Seseorang Bila Dia Disihir ?

jawaban :
1. Dia berlindung kepada Alloh Ta’ala dari sihir tersebut, diriwayatkan oleh Al-Imam Ibnu Majah di dalam “Sunan”nya dari ‘Urwah dari ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘Anha:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا اشْتَكَى يَقْرَأُ عَلَى نَفْسِهِ بِالْمُعَوِّذَاتِ وَيَنْفُثُ، فَلَمَّا اشْتَدَّ وَجَعُهُ كُنْتُ أَقْرَأُ عَلَيْهِ، وَأَمْسَحُ عَلَيْهِ بِيَدِهِ، رَجَاءَ بَرَكَتِهَا

“Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dahulu kalau sudah sakit beliau membaca atas dirinya (meruqyah dirinya) dengan al-mu’awwidzaat (surat An-Naas dan Al-Falaq) kemudian beliau meniupnya, maka tatkala semakin berat sakitnya maka aku membacakan atas dirinya dan aku usap bacaanku di atas tangannya dengan harapan ada berkahnya”.

2. Memperbanyak dzikir dan membaca Al-Qur’an, Alloh Ta’ala berkata:

{وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا} [الإسراء: 82]

“Dan diturunkan dari Al-Qur’an apa-apa yang dia adalah obat (penyembuh) dan rohmat bagi orang-orang yang beriman, dan tidaklah menambah bagi orang-orang yang zholim melaikan kerugian”. (Al-Isro’: 82).

Pertanyaan 4 :
Kalau Seseorang Tidak Mampu Meruqyah Dirinya Bolehkah Baginya Meminta Untuk Diruqyah ?

Jawaban :
Sebaiknya dia tidak meminta untuk diruqyah akan tetapi dia bersabar meruqyah dirinya sendiri, karena kalau dia meminta diruqyah maka dia dikhawatirkan tidak termasuk dalam 70.000 (tujuh puluh ribu) umat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang masuk Jannah dengan tanpa hisab dan tanpa azab sebagaimana disebutkan di dalam “Ash-Shohiain” dari hadits Abdulloh bin ‘Abbas Rodhiyallahu ‘Anhuma.

Berbeda halnya kalau dia meruqyah dirinya tiba-tiba ada yang mengetahuinya lalu ikut membantu meruqyah dirinya maka ini adalah amalan kebaikan yang pernah dilakukan oleh Aisyah Rodhiyallohu ‘Anha ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak mampu untuk meruqyah dirinya sendiri maka Aisyah meruqyahnya sebagaimana di sebutkan di dalam “Ash-Shohihain”.

Dan meruqyah seseorang adalah termasuk amal kebaikan, yang dengan itu memberikan manfaat kepada orang yang diruqyah, berkata Al-Imam Ahmad Rohiahulloh di dalam “Musnad”nya: “Telah menceritakan kepada kami Waki’, beliau berkata: Telah menceritakan kepada kami Al-A’masy, dari Abi Sufyan, dari Jabir, beliau berkata:

كَانَ خَالِي يَرْقِي مِنَ الْعَقْرَبِ، فَلَمَّا نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الرُّقَى، أَتَاهُ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّكَ نَهَيْتَ عَنِ الرُّقَى، وَإِنِّي أَرْقِي مِنَ الْعَقْرَبِ، فَقَالَ: ” مَنْ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْفَعَ أَخَاهُ فَلْيَفْعَلْ

“Dahulu pamanku meruqyah dari gigitan kalajengking, maka tatkala Rosululloh Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang dari meruqyah maka pamanku mendatanginya lalu berkata: Ya Rosulalloh! Sesungguhnya kamu telah melarang dari meruqyah dan aku meruqyah dari cengatan kalajengking, maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata: “Barang siapa yang dia mampu untuk memberikan manfaat kepada saudaranya maka hendaklah dia lakukan”. (Hadits ini adalah shohih, para perowinya semuanya tsiqot (terpercaya) kecuali Abu Sufyan dan dia namanya adalah Tholhah bin Nafi’ yang termasuk perowi Al-Imam Muslim).

Pertanyaan 5 :
Apa Yang Diucapkan Bila Seseorang Meruqyah Orang Lain Setelah Diruyah Meninggal Dunia ?

Jawaban :
Mengucapkan seperti yang Alloh Ta’ala jelaskan di dalam surat Al-Baqaroh:

الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (156) أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ (157)} [البقرة: 155 – 157]

“Mereka (orang-orang yang bersabar) itu bila musibah menimpah mereka maka mereka berkata: “Sesungguhnya kami adalah milik Alloh dan sesungguhnya kami hanya kepadanya akan kembali”.

Pertanyaan 6 :
Apakah Boleh Meruqyah Dengan Bacaan Mantra-mantra ?

Mantra-mantra (guna-guna) atau dikenal dalam bahasa Buton “ngaji-ngaji” atau “pbatata ho sumanga” (mengalap berkah untuk roh nenek moyang) adalah termasuk dari kesyirikan, sama saja mantra-mantra tersebut digunakan untuk sihir (ilmu hitam) atau digunakan untuk penyembuhan (ilmu putih) tetap hukumnya tidak boleh karena keduanya termasuk dari kesyirikan, Alloh Ta’ala berkata:

{وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ} [لقمان: 13]

“Dan ketika Luqman berkata kepada putranya dan dia dalam memberikan nasehat kepadanya: Wahai putraku janganlah kamu menyekutukan Alloh! Sesungguhnya kesyirikan adalah kezholiman yng besar”. (Luqman: 13).

Oleh karena itu, tidak boleh bagi seseorang ketika meruqyah dengan membaca mantra-mantra, akan tetapi dia meruqyah dengan membacakan ayat-ayat dari Al-Qur’an dan dzikir-dzikir yang shohih yang dikenal makna dan maksudnya, berkata Abu Ahmad:

وَأَمَّا الرُّقَى الَّتِي بِآيَاتِ الْقُرْآنِ وَبِالْأَذْكَارِ الصَّحِيْحَةِ الْمَعْرُوفَةِ فَلَا نَهْيَ فِيهَا بَلْ هِيَ سُنَّةٌ.

“Dan adapun ruqyah-ruqyah dengan ayat-ayat Alloh dan dengan dzikir-dzikir (doa’doa) yang shohih yang dikenal maka tidak ada larangan padanya, bahkan dia adalah sunnah”.

(Source : Thibbalummah.wordpress.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar