Sabtu, 14 April 2018

Kudekap Ibu di Sisi Baitullah



“Ya, itulah sebuah ikhtiar di jalan Allah, Yah... selalu ada rintangan dan ujian. Jika semua ikhtiar begitu mudah kita jalani, rasanya percuma deh Allah menganugerahkan akal kepada kita semua.” page 233

“Meski beragam pertanyaan dan ketidakyakinan membayangiku, tapi pada hari-hari berikutnya aku malah sering mengisi waktu luangku dengan menulis. Menulis apa saja yang bertaburan di dalam kepalaku. Aku tak tahu akan diapakan, yang jelas aku hanya ingin menulis dan meraih berkah Allah seperti buku yang aku baca. Sehabis shalat subuh, jam istirahat kantor, atau malam ketika rasa kantuk belum datang menyergapku, aku isi dengan menulis apa saja. Essay, cerpen, puisi hingga novel yang tak pernah kucoba sebelumnya. Semoga benar, ada berkah-Mu dari apa yang kulakukan ini, ya Rabb...” page 250

“Kami juga banyak berharap ini berlaku di Indonesia, Ris. Sebagai negara berpenduduk muslim terbesar, kami yakin suatu saat akan muncul kekuatan besar yang menegakkan kembali Khilafah Islamiyah, dan salah satunya adalah Indonesia...” page 443

“Naah, ini satu pelajaran buat kita semua, sambung Pak Daja kemudian, bahwa di tanah suci ini, kita semua memang harus yakin kalau kita sedang menjadi tamu Allah. Jadi, pasrahkan saja pada Yang Mahakuasa agar kita bisa beribadah semaksimal mungkin...” page 500

“Wuquf di Arafah adalah perjamuan suci yang sesungguhnya bagi setiap hamba untuk meleburkan semua salah dan dosa.” page 514

“Kamu sudah menikah, San? Tanyaku saat itu. Belum..., katanya lagi, saya ingin membangunkan rumah untuk ibu saya dulu di Pakistan. Ia orang tak punya dan saya anak sulung yang harus bertanggung jawab untuk itu...” page 529

Tidak ada komentar:

Posting Komentar