Maka marilah kita bertanggung
jawab untuk itu, dengan senantiasa meningkatkan bobot tulisan kita lewat
membaca, membaca, membaca. Setelah itu, barulah kita beproses untuk menulis,
menulis, menulis. (Page 15)
Lengkaplah sudah penderitaan
bangsa kita. Indonesia modern telah kembali dengan sadar dan sengaja, memasuki
zaman purba di mana yang berkuasa adalah para cenayang dan ahli sihir. (Page
135)
Atau Doktor Zhivago yang menulis
keterpesonaannya pada ladang gandum yang ia lihat dari atas kereta, “Aku melihat
ladang-ladang itu, seperti Tuhan baru menciptakannya hari ini untukku.” (Page
212)
Sebab perang adalah catatan dalam
buku harian Tuhan. (Page 232)
Cerita pendek bukan novel, juga
bukan sejenis roman. Ia hanya memotret bagian terpenting dari sebuah persoalan,
dan mengemasnya menjadi sebuah cerita yang menarik. Semakin fokus kita
membidiknya, semakin bagus hasilnya. (Page 249)
Pernah, pada suatu ketika, yakni
sekitar tahun 1985, pemerintah Orde Baru melarang jilbab dikenakan di
sekolah-sekolah umum. (Page 307)
Karena mengunjungi pameran, tidak
identik dengan membeli lukisan. Tapi, mengunjungi pameran adalah untuk menambah
wawasan, kecerdasan, dan keindahan; yang akan berguna bagi kualitas hidup para
penikmatnya. Para pelukis (sebagaimana juga para sastrawan) adalah warga
terhormat di negaranya. (Page 378)
Fungsi catatan harian, di samping
bermanfaat untuk menampung ingatan, juga berfungsi untuk melancakan kemampuan
kita dalam menuliskan gagasan yang berseliweran di dalam imajinasi. Catatan harian
juga memaksa kita untuk selalu peka terhadap segala macam situasi; selalu
membuka mata, telinga, dan membuka hati untuk kemudian dicatat. Bisa dibayangkan,
jika dalam satu hari kita menulis satu halaman saja, maka dalam satu tahun kita
telah berlatih menulis sebanyak 360 halaman! Berapa puluh atau bahkan ratusan
cerpen yang bisa kita tulis darinya? Bahkan, tak menutup kemungkinan, kita bisa
menuliskannya kembali menjadi sebuah novel! Dalam hal ini, kita bisa menarik
kembali pelajaran berharga dari “kerajinan” seorang Ahmad Tohari dalam
menuliskan catatan-catatan kecilnya. Dengan bantuan catatan-catatan kecil yang
ia kumpulkan bertahun-tahun itulah, lahir tiga novelnya yang dianggap merupakan
salah satu tonggak terpenting karya sastra. RONGGENG DUKUH PARUK, JENTERA
BIANGLALA, dan LINTANG KEMUKUS DINI HARI. Nah, bukankah tidak ada salahnya jika
kita mencoba? (Page 443 – 444)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar