Minggu, 01 Juli 2018

Aku Bisa Nulis Fiksi



Maka marilah kita bertanggung jawab untuk itu, dengan senantiasa meningkatkan bobot tulisan kita lewat membaca, membaca, membaca. Setelah itu, barulah kita beproses untuk menulis, menulis, menulis. (Page 15)

Lengkaplah sudah penderitaan bangsa kita. Indonesia modern telah kembali dengan sadar dan sengaja, memasuki zaman purba di mana yang berkuasa adalah para cenayang dan ahli sihir. (Page 135)

Atau Doktor Zhivago yang menulis keterpesonaannya pada ladang gandum yang ia lihat dari atas kereta, “Aku melihat ladang-ladang itu, seperti Tuhan baru menciptakannya hari ini untukku.” (Page 212)

Sebab perang adalah catatan dalam buku harian Tuhan. (Page 232)

Cerita pendek bukan novel, juga bukan sejenis roman. Ia hanya memotret bagian terpenting dari sebuah persoalan, dan mengemasnya menjadi sebuah cerita yang menarik. Semakin fokus kita membidiknya, semakin bagus hasilnya. (Page 249)

Pernah, pada suatu ketika, yakni sekitar tahun 1985, pemerintah Orde Baru melarang jilbab dikenakan di sekolah-sekolah umum. (Page 307)

Karena mengunjungi pameran, tidak identik dengan membeli lukisan. Tapi, mengunjungi pameran adalah untuk menambah wawasan, kecerdasan, dan keindahan; yang akan berguna bagi kualitas hidup para penikmatnya. Para pelukis (sebagaimana juga para sastrawan) adalah warga terhormat di negaranya. (Page 378)

Fungsi catatan harian, di samping bermanfaat untuk menampung ingatan, juga berfungsi untuk melancakan kemampuan kita dalam menuliskan gagasan yang berseliweran di dalam imajinasi. Catatan harian juga memaksa kita untuk selalu peka terhadap segala macam situasi; selalu membuka mata, telinga, dan membuka hati untuk kemudian dicatat. Bisa dibayangkan, jika dalam satu hari kita menulis satu halaman saja, maka dalam satu tahun kita telah berlatih menulis sebanyak 360 halaman! Berapa puluh atau bahkan ratusan cerpen yang bisa kita tulis darinya? Bahkan, tak menutup kemungkinan, kita bisa menuliskannya kembali menjadi sebuah novel! Dalam hal ini, kita bisa menarik kembali pelajaran berharga dari “kerajinan” seorang Ahmad Tohari dalam menuliskan catatan-catatan kecilnya. Dengan bantuan catatan-catatan kecil yang ia kumpulkan bertahun-tahun itulah, lahir tiga novelnya yang dianggap merupakan salah satu tonggak terpenting karya sastra. RONGGENG DUKUH PARUK, JENTERA BIANGLALA, dan LINTANG KEMUKUS DINI HARI. Nah, bukankah tidak ada salahnya jika kita mencoba? (Page 443 – 444)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar