Namanya Ibu Ami. Dia guru bahasa Indonesia kelas 5 SD di Solo, (Page 32)
Dialah salah 1 orang yang membuat aku semakin mencintai sasta, selain Ibu dan Bapak. Dialah yang memperkenalkan kami pada puisi-puisi Amir Hamzah, Chairil Anwar, Rendra dengan membacakannya di depan kelas; dia juga mendiskusikan beberapa karya Balai Pustaka atau sastra dunia. Beliau membacakan lengkap dengan suara tokoh-tokohnya. Kami semua seperti tersihir setiap kali dia membacakan kisah kemiskinan si yatim piatu Oliver Twist di masa revolusi industri di London atau kadang-kadang dia akan memilih bercerita bab pertama 'Genderang Perang di Wamena' karya Djoko Lelono. Meski kami masih di sekolah dasar, Ibu Ami tahu betul cara membangun gelora kami terhadap karya-karya sastra yang dibacakannya. (Page 33)
Di hari kematianku
Nyalakan apimu
Karena satu jiwa yang kandas
Tak akan menghilang
Rindu pada keadilan (Page 60)
Satu-satunya kegiatan ekstrakurikuler yang harus kami hadiri bersama adalah les bahasa Inggris di Sala Laboratory English di kawasan rumah kami di Laweyan. Bapak dan ibu ingin betul kami mampu menikmati semua buku dalam bahasa Inggris dan Indonesia, karena itu sejak sekolah dasar kami sudah dicemplungkan ke sana. (Page 67)
Aku percaya 'The Beatles' adalah sekumpulan penyair. Bersama bapak, bersama The Beatles, aku merasa Sang Penyair ada di sekitarku. (Page 79)
Ketika malam turun,
Kata-katamu bergerak,
Kalimatmu menjadi ruh,
Kami semua berdiri dan mengepalkan tangan...
(Page 83)
Sang istri percaya bahwa cinta telah mempertahankan segala kehormatan. (Page 89)
Aku menatap Sang Penyair yang menyalakan rokok dan mengisapnya. Ada sedikit rasa iri pada sikapnya yang tenang dan berjarak. Dia kelihatan tak pernah sibuk menghadapi gejolak remaja yang memalukan ini. Sang Penyair bertemu Ariani dan mereka menikah muda. Tapi dia dan puisi-puisinya menjadi api bagi gerakan-gerakan kami. (Page 101)
Aku bertanya:
Apakah gunanya pendidikan
Bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing
Di tengah kenyataan persoalannya....
(Page 112)
Melawan orde baru adalah sebuah kebodohan, dan kita perlu berkelit dengan cerdas di bawah rezim keji ini, (Page 153)
Setiap langkahmu, langkah kita, apakah terlihat atau tidak, apakah terasa atau tidak, adalah sebuah kontribusi, (Page 183)
Kehidupan sesudah mati adalah hidup tanpa bunyi dan tanpa rasa. (Page 188)
Matilah engkau mati
Engkau akan lahir berkali-kali (Page 196)
Blackbird singing in the dead of night
Take these broken wings and learn to fly....
(Page 233)
Mungkin mereka yang diculik dan tak kembali telah bertemu dengan para malaikat. (Page 266)
Ah ya, Mas Laut membaca Nietzsche, berbincang tentang buku ini dengan Bapak, (Page 310)
Peristiwa yang tak nyaman atau menyakitkan tidak perlu dihapus, tetapi harus diatasi, (Page 313)
Kode itu adalah petunjuk bahwa Mas Laut ada di teras belakang tetangga sedang membaca novel Charles Dickens. (Page 342)
Payung hitam akan terus-menerus berdiri di depan istana negara. Jika bukan presiden yang kini menjabat yang memberi perhatian, mungkin yang berikutnya, atau yang berikutnya... (Page 373)
Meski ini adalah sebuah novel yang berarti penciptaan fiktif jagat baru, saya tetap mengakui segalanya terinspirasi dari kisah yang mereka ceritakan pada saya. Tanpa mereka (Nezar Patria, Rahardja Waluya Jati, Mugiyanto Sipin, Budiman Sudjatmiko, Wilson Obrigados, Tommy Aryanto, Robertus Robet, Ngarto F, Lilik H.S, Usman Hamid, dan Haris Azhar), novel ini tak akan bernyawa. (Page 375)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar