Ketus, keras, dan kaku. 3 kata itu cukup mewakili gambaran di kepalaku tentang sosok Ayah. (Page 1)
Dari ayah aku menemukan bekas-bekas pengorbanan: kemeja yang jejak benangnya telah pergi, baju koko usang yang terlampau sering dicuci, celana kusam yang itu-itu saja, juga sepatu jadul yang sudah disol berkali-kali. Bukannya tak bisa membeli yang baru, tetapi ia lebih memprioritaskan pendidikan anak-anaknya dan tercukupinya semua kebutuhan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya. (Page 9)
Maka kulangitkan doa dan penghormatan ketika jasadnya terbaring tanpa nyawa. (Page 9)
Teruntuk ayah dan kasihnya yang tak pernah setengah-setengah walau berkali-kali terengah. (Page 18)
Jangan sedih saat menerima penolakan. Jika seseorang menutup pintu untukmu, maka akan banyak orang yang membukakan pintu lebar-lebar untukmu. (Page 23)
Aku ingin seperti ayah yang selalu ada untuk putra-putranya. Membekalinya tidak dengan harta, cukup dengan ilmu dan keterampilan. (Page 41)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar