Jika ia melakukan keteledoran terhadap perintah-perintah dan larangan-larangan tersebut pada waktu yang telah lalu, maka ia meminta maaf dan memohon ampunan kepada Allah. (Page 6)
Dan jika ia melewati ayat tentang doa, maka ia berdoa kepada Allah dan memohon kepada-Nya dengan hati yang tunduk. (Page 6)
Membaca secara tartil (pelan dengan penuh penghayatan) itu lebih utama dari pada membaca dengan sangat cepat, sebab tidak mungkin bisa bertadabbur jika membaca dengan sangat cepat. (Page 7)
Bersama Al-Quran anda akan mendapat petunjuk dan tanpa Al-Quran anda akan tersesat. (Page 29)
Al-Quran adalah Al-Mau'izhah (nasihat). (Page 35)
Menempuh perjalanan kepada-Nya adalah dengan berjalannya hati, bukan dengan perjalanan di atas pelana kendaraan. (Page 43)
Buah terbesar dari membaca, mempelajari, dan mengamalkan Al-Quran adalah hati menjadi hidup dan sehat. (Page 64)
Pelajaran yang sedikit dari ayat Al-Quran, jika disertai dengan memikirkan dan menadabburi kandungan maknanya adalah lebih aku (Imam Muhammad bin Husain Al-Ajurri) sukai daripada membaca banyak ayat Al-Quran tanpa disertai tadabbur. (Page 74)
Hendaknya kita membaca Al-Quran secara perlahan-lahan, sesuai kaidah tajwid, disertai perenungan akan makna ayat yang kita baca. (Page 83)
Ulama Rabbani adalah ulama yang mengajarkan ilmu-ilmu yang kecil (mudah, disepakati ulama) kepada masyarakat sebelum mereka mengajarkan ilmu-ilmu yang besar (rumit, susah, dan perkara yang diperselisihkan para ulama). (Page 84)
Mengajarkan makna ayat-ayatnya adalah tujuan pertama dari mengajarkan bacaan ayat-ayatnya. (Page 91)
Sesungguhnya segala sesuatu itu memiliki inti, dan inti dari Al-Quran adalah surat-surat Al-Mufashshal. (Page 104)
Umar bin Khatthab mempelajari surat Al-Baqarah dalam waktu 12 tahun. Ketika ia selesai mempelajarinya, ia pun menyembelih seekor unta (sebagai tanda syukur). (Page 108)
Seandainya Allah tidak menceritakan kepada kita berita kaum Nabi Luth, niscaya aku (Al-Walid bin Abdul Malik) tidak akan pernah mengira ada laki-laki yang menggauli laki-laki lainnya. (Page 110)
Tidak ada suatu kaum yang melakukan perbuatan kemaksiatan secara terang-terangan di tempat-tempat pertemuan mereka, melainkan telah tiba saat kehancurannya. (Page 113)
Ia (Fudhail bin Iyadh) tinggal di Makkah dan beribadah di Masjidil Haram sampai ajal menjemputnya. (Page 120)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar